58. .MENGUAK DAPUR PENERBIT MAYOR

 




Pada pertemuan sebelumnya mengupas  tuntas  penerbit Minor maka pada pertemuan ke 20 ini me.ngupas tuntas penerbit Mayor. Sebagai orang yangbaru belajar menulis tentu punya impian jika bukunya bisa diterbitkan di penerbit mayor yang memilki persyaratn yang sangat ketat. Saya pribadi rasanya hanya sekedar angan atau mimpi jika buku solo saya bisa diterbitkan di penerbit mayor yang memilki  berbagai keunggulan. Agar impian buku kita  bisa terwujud dan angan kita nisa menjadi nyata buku solo bisa  terbit di Penerbit mayor maka malam ini kita harus  mengetahui seluk beluk atau kriteria agar buku kita bisa diterbitkan di Penerbit Mayor tersebut, Sehingga impian kita bisa terwujud. Bersama Moderator Ibu Rosminiyati dan narasumber yang luar biasa  yang telah lama berkecimpung di Penerbit Mayor bapak Edi S. Mulyanta  S.SI, M.T. Ia lahir di Jogjakarta tanggal 24 Mei 1969, pendidikan S1 Geografi Universitas Gadjah Mada yogyakarta 1994 S2 Magister Tekhnologi Informatika Fakultas elekto UGM Yogyakarta 2006, saat ini jabatan beliau sebagai Publising Consultant Andi Publisher. Untuk lebih mengenal klik https://www.pbuandi.com/2021/11/edi-s-mulyanta.html?view=flipcard. Beliau mengupas tuntas Penerbit Mayor.

Penerbit adalah lembaga yang mencari profit, dan mempunyai idealisme dalam menerbitkan bukunya sesuai dengan visi misinya. Penulis dapat mengikuti idealisme penerbit dalam menghasilkan buku yang akan dinikmati oleh pembacanya. Kirimkan usulan penerbitan buku, supaya ide Anda dapat ditangkap penerbit dan disebarluaskan ke pembaca.

Melaui Chat Pak Edi  sudah hampir 20 tahun mengelola penerbitan buku, awalnya  adalah penulis buku mandiri yang hidupnya full dari menulis buku. Kemudian dipercaya untuk mengelola penerbitan buku di Yogyakarta menceritakan pengalamannya mengelola penerbitan buku.

 2 Tahun Pandemi sungguh merupakan masa terberat selama karier nya mengelola penerbitan buku.: Tahun 2019 merupakan tahun yang paling berat dalam dunia penerbitan buku, karena perubahan teknologi betul-betul seperti bayang-bayang kelam yang dapat melahap dunia penerbitan buku di Indonesia bahkan di dunia. Ditambah serta diperparah lagi dengan pandemi Covid yang menambah luluh lantaknya industri penerbitan di Indonesia.Beruntungnya sebelum pandemi, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang perbukuan yang mencoba format baru digital untuk dapat dikembangkan di dunia perbukuan Indonesia.

 Dunia penerbitan yang saat ini di bawah IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), menjadi was-was dan memandang cukup berat tantangan ke depan dunia cetak dan produksi buku. Undang-undang no 3 th 2017 tentang sistem perbukuan, telah memberikan isyarat yang tegas akan hadirnya format media digital yang telah diberikan keleluasaan untuk secara bertahan menggantikan dunia cetak. Dipertegas lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah no 22 yang keluar pada tahun 2022, telah memberikan petunjuk secara tegas untuk memberikan arah ke dunia digital di penerbitan.

Menurut Pak Edi sebagai calon penulis harus memahami hal ini, karena atmosfir dunia penerbitan perlahan-lahan akan berubah, karena posisi penulis menjadi semakin strategis dalam industri penerbitan. Hal tersebut membuat dunia penerbitan bergegas untuk mengubah haluan visi misi mereka  ke arah yang lebih up to date, menyongsong perkembangan teknologi yang lebih cepat dibandingkan perkembangan dunia bisnis penerbitan secara umum. Beberapa penerbit yang tidak dapat mengikuti perkembangan jaman, akhirnya mencoba mengurangi intensitas  terbitan bukunya, akhirnya berimbas pula ke jumlah produksi buku mereka, dan memukul pula pendapatan atau omzet buku mereka. Penerbit buku di bawah IKAPI adalah penerbit yang mementingkan UUD (Ujung-ujungnya Duit) untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Secara otomatis cash flow akan terganggu, sehingga banyak penerbit akhirnya berpindah haluan ke usaha yang lain.

 Tahun 2020-2022 merupakan masa paceklik bagi industri penerbitan, akan tetapi berbeda dengan dunia penulisan yang justru marak-maraknya. Hal ini mungkin karena aktifitas kita dibatasi, sehingga banyak yang memberikan kesempatan untuk bekerja dari rumah (WFH)

Penerbit seperti kami, tidak kekurangan naskah selama pandemi, dengan angka naskah masuk yang masih stabil. Akan tetapi angka penjualan yang turun hingga 90%, dimana toko buku sebagai outlet utama kami banyak yang tutup. Sekolah dan kampus sebagai sumber pendapatan kami juga melakukan proses belajar mengajar secara daring.

 Produksi buku reguler sempat terhenti, sehingga banyak penulis yang mempertanyakan masa depan penerbitan di Indonesia secara umum. Tidak semua tema buku, ternyata bisa digantikan oleh digital, hal inilah yang memberikan harapan baru penerbit untuk masih tetap memertahankan lini bisnis bukunya. Titik balik (rebound)  pasar buku yang lesu tampaknya sudah mulai terasa mulai awal tahun 2022 ini, sehingga beberapa penerbit yang terlanjur mengurangi produksi bukunya bisa tertinggal oleh penerbit yang masih konsisten memertahankan produksi bukunya.Data-data pemasaran tidak pernah bohong, bahwa beberapa buku dengan tema yang khas ternyata masih sangat baik di pasar. Nah para penerbit saat ini sedang gencar untuk tetap mempertahankan lini bisnis, yang memang telah teruji oleh perubahan jaman. Hal ini memang membutuhkan dana yang luar biasa besa untuk mencoba menggali lebih dalam pasar-pasar buku yang tidak tergoyahkan dengan perkembangan teknologi yang begitu gencar. Di dalam dunia Start-up dikenal dengan strategi bakar uang, nah di penerbit-penerbit masih mencoba untuk melakukan beberapa penelitian tema yang masih tetap baik di pasar.Tema yang menjadi primadona ke depan adalah berkaitan dengan kurikulum baru Merdeka Belajar. Hal ini, bisa dicoba ditawarkan ke penerbit. Peluang untuk terbit cukup menarik dengan tema kurikulum yang baru.

 Maraknya penerbitan indi ini ternyata memicu permasalahan yang lain yang belum pernah terjadi selama saya berkarier di dunia penerbitan yaitu menjadi langkanya nomor ISBN di perpustakaan nasional. Geger ISBN pun menjadikan permasalah literasi di Indonesia menjadi sorotan dunia. Begitu besar semangat untuk menulis di Indonesia menjadikan nomor ISBN pun tidak kuasa menerima energinya. Apakah benar begitu? Ternyata ada anomali yang tidak wajar terjadi didunia perbukuan di Indonesia. Wadah ISBN yang biasanya tersedia dengan mudah untuk mendapatkannya, saat ini menjadi nomor mewah yang cukup sulit untuk mendapatkannya. Mengapa bisa demikian, hal ini karena dipicunya keinginan menulis buku hanya untuk mengejar angka kredit semata, tidak memikirkan apakah tulisan tersebut disebarluaskan ke masyarakat seperti amanat undang-undang perbukuan 2017.



Adapun manfaat ISBN  sevagaimana  diambil dari presentasi perpustakaan nasional tentang fungsi ISBN.



Pemicu kelangkaan ISBN adalah nomor 5 tersebut, pada dasarnya bukan karena kesalahan ekosistem penerbitan.Saat ini konsep penerbitan buku oleh pemerintah dicoba untuk kembali sesuai dengan Undang-undang perbukuan 2017, dimana terbitan buku harus tersebar luas di masyarakat.Perpustakaan nasional akhirnya memberikan kebijakan baru untuk membuat sub nomor untuk menghemat ISBN yang telah dijatah oleh ISBN Internasional.



 ini adalah struktur utama ISBN, pada publication element menunjukkan jumlah produksi buku yang telah diterbitkan untuk mengetahu jumlah rata-rata produksi buku sebuah penerbit

Semoga dengan kebijakan ini, semangat menulis bapak-ibu masih tetap terjaga. Buku adalah sumber ilmu, yang memang harus disebarluaskan ke masyarakat untuk meningkatkan literasi di segala bidang.

Buku  yang  ditulis, sebaiknya  mengikuti aturan pemerintah yang paling baru.


Menulis buku  sesuai dengan kompetensi serta minat .








Buku dengan Omzet terbesar adalah buku teks pelajaran utama, karena pasarnya sangat besar seluruh sekolah di Indonesia. Buku ini melalui proses seleksi dari pemerintah yang cukup ketat. Semua penerbit mempunyai peluang yang sama, akan tetapi penerbit yang misi dan visinya di buku pelajaran biasanya yang lebih siap.


Buku teks pendamping atau modul biasanya mempunya pasar yang lebih kecil, akan tetapi sangat fleksibel pola pemasarannya. Tidak mustahil buku ini juga mempunyai omzet yang cukup besar juga disalurkan di proyek-proyek pemerintah.







Buku umum pasarnya paling kecil, karena outlet utama adalah di toko buku baik toko buku modern maupun tradisional.



 Penerbit mayor mempunya saluran pemasaran yang cukup banyak, atau disebut omni channel marketing sehingga selama pandemi bisa berkelit di saat yang sulit.



Sebagai penulis  pemula dapat mencoba menawarkan semua tipe tulisan supaya peluang terbitnya menjadi lebih besar. Saat ini pasar buku sudah mulai bangkit lagi, akan tetapi produksi buku sudah terlanjur melambat. Sehingga bulan-bulan ke depan, jumlah judul buku yang beredar di Indonesia akan mengalami penurunan akibat 2,5 tahun pandemi.

Sebagai penulis pemula harus  tetap semangat menulis karena pasar buku masih cukup menarik mengingat buku fisik masih menjadi andalan utama penerbit dalam mencari peruntungannya.



Salam Lietrasi PGRI

Komentar

  1. Kreeen resumenya dan ayo buat buku solonya semoga menembus penerbit andy

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

46. MENULIS ITU MUDAH

28.PAWAI TA'RUF MTQ KE 29 TINGKAT KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN 2022

20. Pemasaran Buku