35. CITA-CITAKU SETINGGI LANGIT
CITA-CITAKU SETINGGI LANGIT
“ Anak-anak hari ini kita
belajar bahasa Indonesia tentang cita-citaku kalian sebelum membaca dengarkan pak guru membaca, perhatikan
intonasinya dan tanda baca jika sudah selesai membaca pak guru akan
memanggilkan namanya sesuai urutan absen untuk membacakan puisi di depan kelas,
” demikian Pak Abdullah guru bahasa Indonesia kelas empat memberikan instruksi
kepada kami semua.Aku dan teman-teman membaca puisi tentang cita-citaku dengan
suara yang nyaring dan saling mengoreksi jika teerjadi kesalahan dalam membaca
atau intonasinya.
“ Sekarang waktunya untuk membaca puisi di depan kelas. Siapa yang
tampil di depan lebih dahulu?, pak guru menawarkan kepada kami mungkin ada yang
berani tampil lebih dahulu, namun tidak ada satupun yang berani maju ke depan
kelas karena takut salah.Apa lagi aku yang tidak memilki rasa percaya diri
walaupun di dorong oleh temanku aku tak bergeming, kenapa bukan teman semejaku yang maju? Kenapa
mseti nunjuk orang lain kalau berani maju, aku bermonolog dalam hati.
“ baiklah anak-anak jika tidak ada yang maju maka pak guru langsung
panggil nama sesuai urutan absen.Aku sangat gembira dan mengucapkan syukur karena namaku urutan
terakhir. Pak Guru melihat di absen sementara aku fokus membaca puisi.. Aku
tidak memperhatikan nama yang dipanggil pak guru karena aku yakin nomor absen
urutan pertama Abu Bakar pasti yang lebih dahulu membaca puisi di depan kelas.
“ Ayo maju ke depan kelas membaca puisi,” pak guru.Aku menoleh ke
belakang melihat ke Abu bakar namun Nur temanku yang duduk sisam[ing malah
mencolekku.
“ Ada apa”, tanyaku.
“ Kamu maju pertama di depan”, katanya .Aku kaget, cepat aku sadari ternyata pak guru
mengabsen dari nomor terakhir.dengan rasa takut dan malu-malu aku maju ke depan
kelas dengan membawa buku catatan puisi yang telah aku salin dari papan tulis.
Aku sangat gugup.bagaimana tidak gugup karena semua teman-teman memperhatikan aku
membaca puisi.Betapa malunya aku karena semua diam dan suasana hening
mendengarkan aku membaca puisi.
Pualng sekolah aku menyimpan buku di tembok samping jendela lalu
mengganti seragam sekolah dengan baju rumah dan menuju ke dapur mencari ibu.
“ Ibu saya ada tugas lusa kumpul, hari ini saya tidak akut bapak
dan ibu ke kebun,aku mau mengerjakan tugasku.Tugas ini sulit bu,” aku bicara
pada ibu. Ibu hanya menatapku.
“Tugas apa nak, apakah tugasnya sulit sekali nanti ibu minta tolong
kak Endang memibingmu mengerjakan tugas nak,tapi kamu ikut ke kebun ya untuk
kumpul kelapa,” Jawab ibuku
“ Tugasnya sulit bu tentang cita-cita, kalau kak Endang pintar
berhitung, apa kak Endang bisa bantu aku mengerjakan tugas bahasa Indonesia?
“ Coba minta tolong nanti kalau kita sudah pulang dari kebun”. Ibu
dan memang tidak bisa baca tulis tapi
sangat perhatian kepada kami berlima. Ibu selalu menasehati kami agar selalu
rajin belajar untuk mengubah hidup yang lebih baik.Ibu selalu berkata jangan
mengikuti jejak ibu hanya bisa tenun ikat jangan juga seperti bapak yang hanya
sebagai nelayan pergi habis subuh melaut dan kek kebun setelah sholat
ashar.Kata ibu kami harus bersekolah jika ining mengubah nasib sendiri.Bapak
bisa membaca jadi aku sering belajar dengan bapak waktu kelas dahulu supaya
bisa lancar membaca.
Setelah sholat isya di masjid aku mengambil buku dan pena mulai
mengerjakan tugas, karena tugas yang diberikan pak guru membuat cerita yang
berakiatan dengan cita dan alasan memilih cita-cita tersebut. Aku pergi ke
rumah kak Endang.Kak Endang murid SMP di kota kecamatan.kak Endang membantu
ibunya di dapur. Mendengar aku mengucapkan salam kak Endang langsung menuju
pintu depan dan mempersilahkan aku masuk. Aku masuk langsung duduk di bangku
panjang yang merupakan satu-satunya yang ada di ruang tamu. Aku dan kak Endang
duduk berdampingan.
“ Kak bantu aku kerja tugas bahasa Indonesia,” kataku.
“ Tugas bahasa Indonesia tentang apa dek?,tanya kak Endang
“ Tentang cita-cita kak,” jawabku.
“ Adik tulis saja apa yang menjadi keinginan adik di masa yang akan
datang”. Kak Endang buka bantu malah menyuruhku tulis sendiri kalau aku bisa
tulis sendiri tak perlu aku mencari kak Endang, aku membatin.
“ Nah kak karna aku tidak tau untuk tulis pertamanya kata apa
makanya datangi kak Endang,” jawabku. Kak Endang diam tak bergeming membuat aku
jadi panik takut tak bisa bantu. Akhirnya aku
pulang pulang ke rumah tanpa menyelesaikan tugas. Aku masuk rumah dengan
muka yang tekuk langsung simpan buku di tempat semula dan naik tidur. Rasa
kantuksudah hilang karena aku belum kerja tugas.Aku jadi nyesal coba tadi aku
ke rumah teman-temanyang lain mungkin kami bisa kerja sama-sama.Aku bangun lagi
dari tidur mengambil buku dan mencari korek untuk menyalakan pelita.Sambil
memainkan pensil yang aku pegang aku berpikir apa yang aku harus tulis.
“ Aku seorang anak petani dan nelayan. Setelah sholat subuh aku dan
kedua adikku mendorong perahu bapak utnuk mencari ikan.Bapak pulang dari laut
seebelum sholat zhuhur. Setelah sholat ashar bapak ke kebun untuk menyiangi
rumput dan pulang ke rumah menjelang magkrib dengan membawa singkong dan
daunnya untuk dijadikan sayur. Aku tidak mau seperti bapak menjadi petani dan
juga tidak mau menenun seperti ibuku. Aku ingin jadi dokter yang bisa mengobati
orang sakit.Aku ingin jadi dokter karena adkku meninggal terlambat bawa ke
dokter, kami jauh dari kota dokter hanya ada di kota kabupaten,dokter yang
kerja di puskesmas kecamatan tinggalnya kota kabupaten”.
Setelah ku rasa pas aku menyalin lagi di buku lain dengan menggunakan
pena.
Setelah subuh seperti biasa membantu bapak mendorong perahu ke
laut.Aku mandi dan menyiapkan semua buku, pensil, pena, penggaris ke dalam
kantong plasitk. Aku menuju ke dapur sarapan aku pamit pada ibu dan kakak
berangkat ke sekolah.Aku mencium tangan kakak duluan lalu mencium tangan ibu.
“ Tugasnya sudah selesai nak?,” tanya ibu.
“ Sudh bu aku kerja sendiri kak Endang tak bisa bantu” jawabku.
“ Coba kamu baca ibu mau dengar,”. Dengan bangga aku baca dengan
suara yang nyaring, suaraku mungkin kedengaran juga dari rumah tetangga yang
terdekat.Ibu dan kakak mendengar dengan
seksama sampai aku selesai membaca.
“ Cita-citamu setinggi langit, pekerjaan bapak sebagai nelayan
kecil dan petani singkong, semoga Allah mengabulkan harapan kamu nak. Intinya kamu jadi anak yang baik.
Aku hanya mengangguk.Kalau boleh jujur aku
memiliki dua cita-cita jadi dokter atau jadi guru karena kedua profesi
itu sangat aku sukai.Bapakku hanya seorang nelayan kecil cita-citaku kadi
dokter hanya sekedar angan.
Komentar
Posting Komentar